Posts filed under ‘Puisi dan Sajak’

Berbagi Puisi #1

KELAM

Aku tidak merasa menderita.
Tidak lebih dari secuil asam ragi
yang menyatu dalam lumut.
pedihnya tidak terlalu pedih

Aku tidak lebih bahagia daripada luka.
kebahagiaan yang tidak seharum derita.
Tapi tidak melulu sekelam tetesan getah pinus.

—-Depok, April 2011—

puisi ini merupakan salah satu puisi kesukaan gue. Gue bikinnya pas lagi ngelamun di stasiun pondokcina pas lagi sepisepinya

July 3, 2011 at 21:35 Leave a comment

Puisi


Puisi. Taman Menteng. 2009

———————————————

Oke. Seperti judulnya, pasti udah bisa ditebak apa yang mao gue tulis di sini. Yap, Puisi.

Bukan mentang-mentang kehidupan yang gue jalani sekarang berkaitan dengan sastra sehingga gue memberi judul “Puisi” pada post gue kali ini. Sungguh, bukan gara-gara itu.
Gue cuma mao nyeritain tentang sejarah si “puisi” ini di dalam kehidupan gue. Yep, sejarah absurd yang masih gue ga mengerti sampai sekarang.

—————-

Hmmm, pertama gue mao menjelaskan apa itu puisi menurut intepretasi gue. Bagi gue puisi adalah sekumpulan ide. Puisi adalah bentuk pengapresiasian ide tersebut. Puisi adalah kawan lama yang menanti untuk ditemukan. Ya, puisi.

Menulis puisi ga berarti harus menjadi puitis, kok.
Beneran. Nama lain dari puisi adalah kebebasan. Dalam menulis puisi, kita diberi kebebasan; menggunakan kosakata apa, dengan gaya penulisan apa. Buat gue itu bebas. Dan harus bebas.

Oke, back to the topic. Gue punya sejarah yang absurd dengan si puisi. Mari gue ceritakan.

Pertama kali gue menulis puisi adalah ketika gue kelas 1 SMA. Pas pelajaran Bahasa Indonesia. Sebelumnya sih gue juga udah nulis puisi–kelas 3 SMP, tapi berbahasa Inggris. Dan puisi berbahasa Indonesia pertama gue ya pas pelajaran Bahasa Indonesia itu.

Pas gue nulis puisi berbahasa Inggris, tujuan gue cuma satu. Wanita. Ya, semata-mata demi memikat wanita. Ga ada tujuan lain. Hasilnya? Nihil. Waktu itu kayaknya ga banyak wanita yang tertarik sama puisi gue. Apa malah ga tertarik sama gue-nya, ya? #lupakan.

Puisi berbahasa Indonesia gue yang pertama berjudul “10.000 kilometer”. Gue lupa isinya apa, soalnya itu udah 5 tahun yang lalu, plus, ntuh puisi udah ilang kemana tau. Sayang banget ya.
Sebenernya waktu pelajaran Bahasa Indonesia itu, gue cuma disuruh nulis 1 puisi, tapi gue nulis 3 puisi. Disitulah gue merasa kalau menulis puisi merupakan salah satu passion hidup gue.

——————–

Brengseknya, sebagai remaja yang labil saat itu, gue menjadikan puisi sebagai alat pemikat lagi. Buat memikat wanita gitu. Gue gatau udah berapa ratus puisi yang gue tulis pada “periode itu” (2006-2008). Yap, itu adalah periode kekhilafan gue.
Rasanya engga ada satupun puisi yang gue tulis dengan ‘tulus’. Tulus dalam artian sebagai alat penyampaian ide. Semua yang gue tulis ya buat ngeluluhin hati wanita. Salah, kan? Bisajadi.

Periode berikutnya gue mengalami kemajuan yang pesat.
Gue merubah mindset gue dalam menulis puisi. It’s all about your passion. Dan berbekal pengalaman menulis puisi gombal, gue jadi engga kesulitan buat memilih kosakata pada puisi-puisi gue selanjutnya.

Salah satu moment spesial dalam kehidupan perpuisian gue adalah ketika diadakan lomba puisi di sekolah gue dalam rangka pesta Natal. Sebenernya itu dadakan. Gue nulis puisi 5 jam sebelum proses seleksi dimulai. Judul puisinya “air mata duka”, kalo ga salah. Gue lolos, cing. Masuk 5 besar dari 20 kontestan. Berhubung lombanya adalah apresiasi puisi, gue menggunakan ekspresi meledak-ledak ala abege labil sebagai senjata utama gue. Hahaha.

Di babak Grand Final gue harus perform di stage gitu. Jaraknya lumayan jauh dari bangku penonton. Sekitar 10 meter. Gue liat sih kontestan lain standard-standard aja. Sekadar diiringin gitar gitu sama gaya baca yang dilebai-lebaikan.
I have to be different!
Gue naik ke stage. 3 bait awal gue baca dengan standard. Sampai kemudian gue berhenti baca, terus gue lompat ke bawah, cuy! Gue samperin kursi penonton, gue tendang-tendangin kursi yang kosong. Tujuannya sih mau se-ekspresif mungkin. Gue sih ngerasa puas dan cukup keren.
Tapi sialnya gue bahkan ga masuk dalam 3 besar. Kalah. Yasudahlah, selera jurinya beda mungkin.

———————

Periode pas gue kelas 3 SMA boleh gue bilang adalah periode kegemilangan gue dalam dunia perpuisian gue selama 4 tahun di SMA. Ya, 4 tahun.

Gue ngerasa udah jadi yang paling expert kalo soal puisi-puisian di SMA. Hahaha. Ya, ketika itu bagi gue, puisi bersama dengan sepakbola dan musik adalah “sahabat-sahabat semu” yang gue miliki. Gaya penulisan dan kosakata gue dalam nulis puisi pas kelas 3 juga beda drastis banget dengan pas kelas 1.
Gue konsisten nulis puisi berbahasa Inggris dan Indonesia sampe saat itu.

Gue baru ngeh. Ternyata menulis puisi dalam bahasa Indonesia dan Inggris adalah dua hal yang berbeda.
Ketika gue nulis puisi dalam bahasa Inggris, yang gue utamakan adalah unsur emosi dan penyampaian perasaan.
Ketika gue nulis puisi dalam bahasa Indonesia, yang gue utamakan adalah unsur estetika dan keindahan berbahasa. *heh?*
——————-

Gue gatau berapa total puisi yang udah gue tulis selama ini. Mungkin 500? Mungkin 1000? entahlah, sebagian besar udah pada ilang-ilangan, sih.
Yang jelas, setengah dari jumlah puisi yang gue buat, isinya tentang cinta.
Emang paling mudah menulis puisi ketika lagi jatuh cinta. Ide dan inspirasi ngalir dan meluap kayak kali Ciliwung pas musim ujan.
Kadang gue sendiri ga ngerti, darimana kata-kata yang indah dalam puisi gue bisa nongol. Itulah keajaiban dari sebuah puisi. Hohohoho.

—————

Kalaupun pada akhirnya gue kuliah di sastra, gue sendiri ga ngerti. Gue ga bisa ngasih penjelasan kenapa gue sekarang terdampar di ‘dunia sastra’–sekalipun gue masih pemula.
Itulah absurdnya hidup. Awalnya gue nulis puisi buat memikat wanita. Eh, sekarang bener-bener tersesat di dunia perpuisian global.

5 tahun yang lalu gue ga pernah menyangka gue akan seperti sekarang. Seriusan dah, ini terlalu absurd. Ibaratnya 5 tahun yang lalu gue jadi tukang gali sumur di desa, eh sekarang gue jadi pengusaha kilang minyak (sama-sama ngegali).
Gue kira gue akan menjadi sama seperti temen-temen gue yang lain, kuliah bisnis, ekonomi, hukum mungkin, gitu-gitu dah.

Wah, nampaknya gue harus berterima kasih kepada Tuhan; karena udah menghadiahi gue kehidupan yang menarik dan penuh kejutan ini.

—————Jakarta, 17 Juni 2011——–

June 17, 2011 at 01:58 2 comments


Visitor

Date of Post

May 2024
M T W T F S S
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
2728293031