Archive for September, 2016

Review W: Ending Picisan untuk Drama Korea Terbaik 2016?

w_korean_drama-p1
W telah tamat. Kalau anda belum menonton drama ini, tontonlah. Anda akan takjub dengan kejeniusan storytellingnya. Penuh metafor dan muatan filosofis yang barangkali sulit didapati pada banyak drama asia.

Paragraf kedua dan seterusnya hanya untuk kalian yang telah menonton drama ini. Atau kalau mau memaksa membaca meskipun belum menontonnya juga tak apa, saya berharap tulisan ini dapat dipahami.

Secara umum saya memilih W sebagai drama terbaik di 2016, setara dengan Signal yang ditayangkan awal tahun 2016. Ah, tapi saya bahkan tak menonton Descendant of the sun, punyakah saya kredibilitas penilaian itu? Belum lagi, masih ada drama untuk musim gugur (akhir tahun), kenapa penilaiannya bisa seprematur ini?

Kalau bicara tentang Signal, drama yang satu ini secara personal menurut saya lebih istimewa dan komplit dibanding W. Namun, secara umum Signal terlalu berat, dengan topik kriminalitas yang mungkin tak bisa merangkul berbagai jenis penonton seperti W ini. Tapi ya kalau semua poin itu diakumulasi, kedua drama ini di mata saya boleh lah dikatakan setara.

 

poster-w-drama-korea-720x1074

Kang Chul

Selayaknya format episode drama Korea, drama ditayangkan 16-20 episod, dengan pembagian dua episod perminggu adalah format standar. W memilih 16 episod, meskipun episod 16 ditayangkan tunggal tanpa didampingi episode 15 karena faktor penayangan olimpiade yang memecah ganjil-genap saat episod 7 -8 menjadi 8-9 di minggu setelahnya. Tapi tak masalah, karena nampaknya dari jauh hari tim produksi sudah memikirkan pemotongan ini sehingga psychological aspect dalam pembangunan alur antara episode genap dan ganjil telah disesuaikan.

Saya bahas sedikit tentang episode genap dan ganjil, ya. Dengan format dua episod perminggu, episode ganjil tayang lebih dahulu, kemudian disusul semalam setelahnya episode genap. Baru setelah jeda enam hari dilanjutkan episode ganjil lagi.

Hukum dasarnya, episode genap akan dibuat se-suspense mungkin pada bagian akhir episode, untuk memancing rasa penasaran penonton menuju penayangan di minggu depan. Sementara episode ganjil dipakai sebagai set-up ataupun penyelesaian dari suspense di akhir episode genap.

Okeey, sekarang saya akan masuk ke dalam drama W ini. Premis ceritanya unik, tapi cukup populer untuk genre sci-fi/fantasy, salah satunya ketika Arnold Sxxxxxxger membintang Last Action Hero. Jadi dalam sebuah cerita fiksi, sang tokoh mampu masuk ke dalam dunia fiksi lainnya alias metafiksi di dalam fiksi. Dalam hal ini Kang Chul, tokoh dari komik W yang merupakan ciptaan dari komikus Oh Sung Moo, ternyata tak sekadar karakter pasif di dalam komik. Ia punya dunia yang ia tinggali sebagaimana layaknya manusia sungguhan, namun realitasnya dibangun dalam sebuah komik.

29ea96654b95b7ec90718f8086691e3e0b1d523d1074c6111b95e6eea75ec08d_-original

Last Action Hero



Oh Sung Moo, sang komikus, mempunya anak perempuan bernama Oh Yeon Joo yang secara ajaib mampu masuk ke dunia komik Kang Chul. Dari sinilah berbagai konflik yang kompleks terjadi. Kurang lebih itu premis cerita W.

Sekali lagi, konsep metafiksi di dalam fiksi ini sebenarnya tak beda jauh dengan banyak cerita sejenis, namun kedudukannya lebih linear. Semisal Bima X yang mengisahkan pertemuan dua dunia yang paralel. Atau Kamen Rider Gaim, yang juga memiliki dua dunia paralel. Atau Signal, sesama drama korea yang mengambil dua dunia paralel dalam wujud time crossing.

Yang membuat menarik adalah pemilihan metafiksi (dunia Kang Chul) di dalam fiksi (dunia Yeon Joo). Seperti yang kita tahu, Yoon Jee ataupun sang ayah berada dalam dimensi yang lebih tinggi dari Kang Chul. Mereka bisa merekonstruksi realitas dalam dunia Kang Chul lewat ilustrasi di atas tablet ajaib yang mereka pakai menggambar komik W.

Mereka bisa menunculkan senjata api hanya dengan menggambar, membunuh tokoh, merekayasa pikiran tokoh, dll. Sementara Kang Chul dan manusia lain dalam komik W hidup tanpa bisa melawan kehendak sang pencipta.

f6ef84d1046c1633469bf1c12871cb467da00e6d_hq

Oh Sung Moo


Ah sungguh, saya mau membahas banyak hal menarik dan bermakna dari drama ini, namun satu tulisan tak akan cukup, malah menjadi terlalu panjang. Saya akan mencoba bicara garis besarnya saja tanpa harus menjelaskan secara detail.

Pertama, relasi antara Kang Chul dengan Sung Moo boleh dikatakan sebagai bentuk perlawanan manusia atas determinisme. Kang Chul selama ini hidup dalam sebuah rangka realitas yang sebenarnya bukan miliknya, tapi sang pencipta komik. Ia tak sadar realitasnya dikonstruksi oleh kekuatan mahabesar (ini mirip dengan kita bukan?).

Pada suatu ketika, ia mampu melampaui dimensinya, dan bertemu dengan sang pencipta. Kemudian dunia yang dijalaninya menjadi lebih cair. Ia kemudian mampu membuat ceritanya sendiri, tanpa perlu campur tangan sang komikus. Free will, alias kemampuan manusia untuk menentukan jalannya sendiri adalah nilai yang terwakili dari ini.

Kedua, mari bicara tentang pola storytelling drama ini. Ada suatu kebiasaan ketika drama punya tendensi mengulur-ulur cerita yang mungkin akan lebih ideal tamat dengan 10-12 episod, tapi dipaksakan sampai 16-20 episode. Drama Remember contohnya, dan W mungkin/nyaris terjerembab dalam pola storytelling yang dragging ini.

Saya sampai lupa berapa kali twist dipaksakan terjadi hanya untuk memperpanjang cerita. Dimulai dengan kematian Kang Chul di sungai Han, kemudian ia dihidupkan lagi. Pada poin ini cerita punya potensi untuk selesai, tapi tetap harus dilanjutkan karena masih banyak plothole untuk ditutup. Lalu, ketika ia meminta Yeon Joo menggambar bahwa semua yang terjadi sampai poin itu hanya mimpi Kang Chul. Tapi… Cerita tetap berlanjut.

Selanjutnya, Sung Moo diminta untuk memberikan wajah bagi si pembunuh, untuk kemudian bisa direkayasa agar sang pembunuh mati terjatuh dari lantai atas. Tamat? Belum. Lalu Kang Chul berusaha mengembalikan wajah Sung Moo yang dicuri sang pembunuh dengan menangkapnya lalu membuatnya terbunuh. Twist. Lalu sang pembunuh berhasil dibunuh Kang Chul saat duel.. Namun dengan tumbal Yeon Joo.. Twist berlanjut. Lalu Yeon Joo hidup kembali, namun Kang Chul dan Sung Moo harus memutuskan siapa yang akan hidup. Baru tamat.

Barangkali ada detail yang salah dituliskan di atas, tapi maklumilah. Setidaknya anda paham begitu banyak twist yang terjadi dalam drama 16 episod ini.

Problematika terbesar dari twist atau deus ex machina, atau asspull adalah ketidakberadaan dari foreshadowing. Alias tidak adanya pengantar dari jauh sebelum twist terjadi. Dengan foreshadow penonton/pembaca bisa mengaitkan korelasi twist dari kemungkinan yang ada sebelumnya. Apabila twist dibuat tanpa adanya foreshadowing, penulis-pengarang akan terlihat sembrono dan seenaknya saja.

Untuk faktor storytelling dan foreshadowing inilah W kalah jauh dari Signal yang benar-benar menjaga dengan rapat kesinambungan cerita. Sekalipun twist muncul tapi tak out of nowhere.

Ketiga, permasalahan eksistensialisme tokoh. Saya mencatat empat tokoh dalam drama ini bergelut dengan masalah jati diri mereka. Oh Sung Moo (komikus), Kang Chul (protagonis komik), Oh Yeon Joo (heroine), Pembunuh (antagonis dalam komik).

Oh Sung Moo punya kisah kelam sebelum menjadi komikus W yang ternama. Ia ditinggal istri dan anaknya. Ia kehilangan kebahagiaan, lalu menggantungkan diri dengan alkohol, lalu sukses dengan komik W. Tapi kesuksesan itu tak memberikannya apa-apa, karena cinta terbesarnya adalah untuk keluarganya, yang tak lagi dimilikinya. Ia menciptakan Kang Chul sebagai tokoh yang diambil dari ilustrasi pria idaman yang dituliskan Oh Yeon Joo. Kisah kelam hidupnya ia wariskan kepada Kang Chul, keluarganya dibunuh, ia dituduh jadi pembunuh, lalu hendak bunuh diri. Namun berkat leap of faith yang dialami Sung Moo, Kang Chul tetap hidup. Sampai pada akhirnya, Sung Moo memilih untuk berkorban bagi Kang Chul agar bisa hidup, mewarisi kegagalannya untuk membahagiakn Yeon Joo sebagai seorang ayah.

Kang Chul adalah protagonis yang hampir seluruh hidupnya dikonstruksi oleh Sung Mo. Ia tak memiliki identitas apa-apa sampai Yeon Joo memberitahunya kalau ia hidup di dunia komik, dan semenjak saat itu, ia hidup sebagai tokoh bebas. Ia tumbuh menjadi dua karakter yang berbeda sejak saat itu. Kang Chul pada setengah akhir W adalah tokoh yang tangguh. Ia mampu menerima kalau selama ini ia tinggal pada realitas semu. Dan mau berkorban bagi banyak tokoh lain, terutama Yeon Joo agar tetap bahagia.

Oh Yeon Joo, adalah kritik tersendiri bagi banyak perempuan di abad modern ini. Ia digambarkan sebagai perempuan naif tipikal drama pada umumnya yang menanti romantika dari pangeran berkuda putihnya. Awalnya saya kira ia adalah jenis tokoh semacam ini. Namun, tidak, penokohan Yeon Joo adalah suatu yang jenius.

Ia menjadi Tuhan hampir di seluruh drama ini. Ia masuk ke dunia Kang Chul dan mengobrak-abrik semua kemapanan yang ada (walaupun harapan awalnya hanya kisah romantik). Ia mampu menjadi sentral dari dua tokoh tragis, Sung Moo dan Kang Chul. Ia berkorban banyak. Menghapus memori Kang Chul tentangnya, sampai mengorbankan nyawanya. Yeon Joo adalah simbol kedewasaan drama ini, dan tim W menbalutnya dalam tampilan fisik seorang wanita yang terkesan seperti perempuan ala drama korea.

160722hinh12

Oh Yeon Jo



Sang Pembunuh adalah tokoh yang unik. Sung Moo tadinya menciptakan Pembunuh tanpa konteks, alias hanya setup untuk membuat Kang Chul punya dorongan untuk maju. Siapa sangka Pembunuh ternyata punya kesadaran sendiri seperti Kang Chul dan meminta identitas, nama. Saya rasa, dari awal Sang Pembunuh adalah representasi dari sisi gelap Sung Moo. Buah dari kejadian tragis sebelum ia memulai W. Hasrat terpendam untuk membalaskan kesedihannya, yang ditumpahkan pada Kang Chul lewat sosok Sang Pembunuh.

Keempat adalah ending drama ini. Seperti saya lampiaskan di judul: Picisan. Mudah saja, kalau drama W ingin diteruskan sampai 20 episode dengan kelanjutan dari ending yang diberikan di episode 16 ini, tidak mustahil, kok. Drama ini sudah kepalang tanggung memakai twist demi twist demi twist. Ya, yang saya maksud, ending ini tak ada bedanya dengan ending-ending yang sebenarnya bisa dihadirkan di tengah drama.

Oh Sung Moo memilih berkorban demi kebahagiaan Kang Chul dan Yeon Joo. Kang Chul menjadi manusia utuh, keluar dari dunia komiknya. Lalu mereka berdua berbahagia bersama. Selesai.

Bukankah ini ending yang terlalu picisan bagi drama serumit W?

Well, sulit memang. Dengan premis cerita di dua episod awal yang dibangun dengan persepsi demikian, ending semacam ini mudah ditebak.

Happy ending: Kang Chul ft Yeon Joo.

Sad ending: Yeon Je terpisah dengan Kang Chul.

Apapun yang terjadi dengan Oh Seong Moo dan tokoh lain dari awal memang tidak akan relevan dengan ending yang ironisnya malah sudah diforeshadow.

Konsekuensi menggunakan relasi romantik antar dua tokoh (pria-wanita) saya rasa membunuh banyaknya pilihan ending yang tersedia.

(Untuk konteks drama Korea, saya akan pakai cerminan drama Signal, sebagai sebuah naratif drama paling sempurna. Disertai open ending yang pada akhirnya tak perlu mengendapkan romantika sebagai tolok ukur.)

Atau mungkin saya yang terlalu skeptis soal relasi romantik? Entahlah.


4686_signal_nowplay_small1

September 15, 2016 at 22:33 Leave a comment

Memahami Kejeniusan Naoki Urasawa lewat Manga Billy Bat

naoki-urasawa.jpg

 

Saya sangat beruntung membeli majalah animonster edisi awal tahun 2006. Kenapa? Karena lewat sebuah rubrik pada edisi itu, saya jadi berkenalan dengan Naoki Urasawa.

Sepuluh tahun sudah saya mengikuti-membaca bermacam manga karya Urasawa, hampir semua seri panjang karangannya saya baca, minus Pluto. Itu berarti Monster, 20th Century Boys dan Billy Bat telah saya kecap keseluruhannya, dari chapter pertama hingga selesai.

20th Century Boys adalah mahakarya fiksi yang tak akan saya lupakan. Saya tak tahu berapa banyak pembaca di Indonesia yang kesampaian buat mengoleksi ke-22 volumenya (diterbitkan oleh Level Comic), karena peluncurannya di Indonesia begitu singkat, sekitar dua tahunan. Baru kemudian saya membaca Monster, yang sebenarnya dikarang lebih dulu dibanding 20CB. Terimakasih kepada internet yang memudahkan akses saya membacanya, karena ia diterbitkan oleh M&C jauh sebelum saya mengetahui Urasawa.

Terakhir, saya membaca Billy Bat sekitar tahun 2014, saat sedang bergelut dengan skripsi. Sempat terputus hampir dua tahun, saya menyelesaikan seri ini di tahun 2016.

Basa-basi di atas sebenarnya tidak perlu. Tapi saya rasa, menjelaskan latar kedekatan saya dengan karya-karya Urasawa mungkin akan memudahkan Anda memahami tulisan saya ini.
(Akan ada banyak konten cerita yang saya pakai alias penuh spoiler, diharapkan anda sebaiknya sudah membaca tiga manga itu)

yG7tKJKP_QTPnON_oGJaLQYktQcm6cIfc_IV7weYIMs.png


Untuk tulisan ini saya mau mereview Billy Bat, mungkin tidak secara kronologis ataupun komplit, tapi secara tematik, garis besar cerita, maupun ekstrinsik (maklumilah, saya berjarak dua tahun untuk mengingat seluruh cerita yang belum sempat saya baca ulang).

Secara tematik, bagi saya Billy Bat adalah penyempurnaan dari 20CB. Keduanya sama-sama membahas gejolak misterius yang terjadi di dunia, pengaruh dari elemen masa lalu terhadap problematika di masa mendatang, belum lagi karakter-karakter rumit yang terkait satu sama lain. Begitu pula dengan kejadian-kejadian penting dalam peradaban manusia yang berusaha dijelaskan lewat beberapa kejadian dalam kedua manga.

Pun begitu, perbedaan terbesarnya terletak pada simbolisme yang muncul pada kedua manga ini. Saya menilai, apa yang coba diraih oleh 20CB adalah membuat sebuah dunia fiksional dengan mencampuradukan realitas dan fiksi. Urasawa mencoba merekonstruksi apocalypse secara realistik, tanpa melibatkan meteor, faktor metafisis, namun murni pertempuran antara manusia. Tak bisa dipungkiri, unsur sci-fi sangat kuat dalam 20CB yang memang berusaha menggambarkan dunia pre-apocalypse, post-apocalypse, dan final-apocalypse.

Kegilaan yang ditumpuk Urasawa lewat alur maju-mundur, kompleksitas karakter membuat 20CB mampu jadi sebuah cult. Karakter-karakternya begitu berwarna. Urasawa begitu lepas mengilustrasikan cerita tanpa memberikan ruang bernapas bagi pembaca. Kejutan tak pernah henti. Maka tak heran kalau manga ini diangkat jadi trilogi film yang menguras biaya teramat besar saat itu. 20th Century Boys pantas menjadi primadona di masanya.

Bagaimana nasib Billy Bat? Kalau boleh jujur, saya tak yakin Billy Bat mampu menjadi sebuah cult. Terlepas dari jumlah chapter yang lebih sedikit, namun saya merasakan nuansa berbeda yang mau ditawarkan Urasawa pada para pembacanya.

Ya, sepintas Billy Bat adalah buah dari keberhasilan Urasawa dengan genre ala 20CB-nya. Tapi, disadari atau tidak, Billy Bat adalah sebuah karya yang sangat dewasa, melebihi 20CB.

Billy Bat memang tidak dirancang untuk menghadirkan dunia nan-berwarna ala 20CB. Reality-bending tetap jadi sajian utama. Kejadian-kejadian nyata tetap coba dijelaskan lewat sebuah gagasan imajiner yang kalau dipikir masuk akal.

Simbolisme manga Billy Bat juga turut menjelaskan semangat zaman kala itu, dimana komik-komik Barat mulai menguasai pasar dunia. Disney, DC, Marvel, dan lain-lain. Menarikanya, apabila 20CB mencoba merangkum semuanya dalam sebuah rancangan sci-fi yang realistis, Billy Bat justru lebih mengarah ke fantasi, bahkan cenderung satiris.

Billy Bat seolah jadi dekonstruksi 20CB. 20CB  kaya akan penjelasan saintifik yang menghipnotis, Billy Bat hadir dengan realitas sederhana. Tidak ada robot, tidak ada gegap gempita kiamat, hanya seorang komikus yang hidup di tengah konflik dunia seperti yang tergambar dalam buku sejarah.

Namun, 20CB tak mencoba keluar terlalu jauh, sci-fi yang dipakai berusaha dirangkum dengan logis dan realistis bagi pembaca. Billy Bat menghadirkan karakter fantasi bernama Billy Kelelawar (di dalam manga bernama Billy Bat). Seekor kelelawar mistik yang hanya bisa dilihat sebagian kecil manusia terpilih, dan menghanyutkan pikiran mereka untuk melakukan hal yang dipinta Billy kelelawar.

Terdengar seperti manga horror/fantasi? Betul, keberadaan Billy kelelawar membuat manga ini terpisah dari sebuah sci-fi-mystery realis macam 20CB. Ia membuat manga Billy Bat tak bisa lagi dilihat sebagai suatu yang punya potensi menjadi realistis, selain sebagai bacaan fantasi sejenis Dragon Ball, Naruto dan kawan-kawan sejenisnya.

Dan setelah menanti sampai 150 chapter lebih untuk mendapatkan penjelasan asal muasal dan tujuan sebenarnya dari kelelawar itu, toh kita hanya diberikan 5-6 halaman penjelasan singkat saja.

Sekilas saya teringat manga Gantz, yang begitu mahsyur dan kompleks, namun ketika pengarangnya kehabisan daya untuk melanjutkan lebih jauh, ia hanya memberi 10 halaman penjelasan tentang nilai semesta di manga, dari hampir 400 chapter yang ditulis.

Saya takut Urasawa terkena sindrom yang sama ketika ia berusaha menjelaskan eksistensi kelelawar Billy hanya dengan sekian halaman. Ya, saya tahu sih Billy Bat memang sangat rapat dan padat secara keseluruhan, namun ya…

Saat itu sebenarnya saya kecewa dengan penjelasan yang ditawarkan. Bahwa Billy hanya kelelawar mistik dari dunia paralel yang singgah di dunia paralel terakhir dan berusaha mengubah nasib manusia. Sounds cliche, but.. Yeah..

Saya yang mulanya menduga kalau Billy kelelawar bisa dijelaskan secara ilmiah sehingga membuat seluruh manga terbentengi dalam label realis, ternyata salah. Dari awal memang ini cerita fantasi (surealis?) yang mestinya tak dibebani ekspektasi itu..

Tapi, apakah semua grand design yang dibangun sedemikian rupa dalam 160 chapter akan runtuh begitu saja? Semua dialog-dialog penting, gagasan filosofis, akan sia-sia? Tidak, semua tidak sia-sia.

Ketika saya mencoba menarik dunia fiksi Billy Bat ke dalam dunia manusia yang saya jalani ini, maka semua yang diciptakan dalam manga mempunyai maksud. Billy kelelawar in real is human consciousness.

Billy Kelelawar adalah sebuah elemen yang memisahkan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Kecerdasan, kemampuan bertindak secara rasional, naluri, atau apapun itu yang dianugerahkan Tuhan/evolusi kepada manusia.

Kevin Yamagata dan Kevin Goodman dalam manga mengikuti arahan Billy kelelawar untuk terus menggambar dan menciptakan nilai. Dalam konteks dunia nyata, Billy adalah asa mereka, angan, harapan mereka, yang melandasi perjuangan mereka untuk terus membuat komik.

Hitler, Enstein, pertemuan tokoh bersejarah dengan Billy membuat mereka mempublikasikan gagasan terkenal mereka dan menjadikan mereka punya tempat dalam sejarah. Dalam hal ini Billy menjadi intelegensi mereka, kecerdasan, rasionalitas mereka yang secara unik membuat mereka lebih unggul dari manusia lain.

Darimana saya mampu menginterpretasikan ini? Jawabannya ada di chapter terakhir. Ketika seorang anak yang selamat dari medan perang membaca seri terakhir dari komik Billy Bat (komik di dalam manga), dan secara tak sengaja menarik garis paralel, bahwa seperti tokoh dalam komik, ia harus belajar dan menjadi hebat.

Manga Billy Bat yang saya baca kurang lebih punya nilai sama dengan komik Billy Bat di dalam manga yang dibaca anak itu (ini bukan komikception ya). Dari sebuah serial fantasi kita bisa menginterpretasikan nilai-nilai di dalamnya ke dalam dunia nyata.

Billy Bat secara sublim menjadi sebuah pengantar pesan (fungsi yang saya percaya kurang ditekankan dalam 20CB). Urasawa menjadikan Billy Bat bukan lagi sebagai ajang untuk memamerkan kejeniusan storytellingnya seperti pada 20CB, melainkan sebagai karya kontemplatif untuk memahami betapa rumit nan indahnya peradaban manusia.

Reka ulang kematian John F Kennedy di manga harusnya jadi suatu yang mubazir ketika ribuan artikel atau cuplikan video di internet bisa diakses dengan mudah di zaman ini. Tapi Urasawa menunjukkan bahwa kematian Kennedy telah mengubah banyak hal dalam sejarah di dalam manga, maupun di dunia nyata.

Ia juga mengangkat potensi kebaikan manusia di dalam chapter-chapter akhir ketika dua tentara perang sama-sama menginjak ranjau darat, dan akhirnya jadi bersahabat karena kesamaan nasib itu. Ia mengangkat perang sebagai sesuatu yang buruk namun tetap memiliki kebermaknaan lain yang bernilai baik di dalamnya.

Urasawa tengah menggali potensi kebaikan manusia lewat banyak tokoh dalam manga ini. Ia berusaha memberikan harapan kepada manusia lewat Billy kelelawar.

Yeah, pada akhirnya memang tak ada “WoooW” yang muncul dalam diri saya seperti ketika selesai membaca 20CB. Tapi saya mengakhiri Billy Bat dengan sebuah senyum kepuasan, bahwa sebuah manga-komik bisa menjadi alat pembawa perubahan bagi dunia.

*Dan saya akan baca ulang manga ini, siapa tahu dapat hal baru lagi.

September 4, 2016 at 16:18 Leave a comment


Visitor

Date of Post

September 2016
M T W T F S S
 1234
567891011
12131415161718
19202122232425
2627282930